picture by pixabay.com |
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 2004: 45).
Kecerdasan emosional merupakan salah satu jenis kecerdasan yang sangat penting dan menentukan bagi manusia. Goleman (2004: 48) menerangkan lebih lanjut tentang bagaimana pentingnya kecerdasan emosional ini untuk kita. Orang dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka; orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kendali emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan dan memiliki pikiran jernih. Di samping itu mengapa kecerdasan emosional penting, dan lebih penting dari sekadar kecerdasan otak akademis yaitu karena kecerdasan akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak atau kesempatan yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup (Goleman, 2004:47).
Dalam perspektif Hindu, kecerdasan akademis yang disebut dengan Vijnana, yaitu kecerdasan yang orientasinya adalah dunia semata, dan tidak lebih dari kecerdasan pengetahuan umum, wawasan dan keterampilan. Sementara kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang akan membantu kita bagaimana menggunakan kecerdasan akademis dengan lebih optimal, dalam Hindu kecerdasan emosional hampir sama dengan jnana. Hampir mirip karena kecerdasan emosional hanya mencakup sebagian aspek jnana. Mengontrol emosi merupakan perkara yang sangat sulit. Apabila emosi terlampau ditekan, terciptalah kebosanan dan jarak; bila emosi tak dikendalikan, terlampau ekstrim dan terus menerus, emosi akan menjadi sumber penyakit, seperti depresi berat, cemas berlebihan, amarah yang meluap-luap, gangguan emosional berlebihan (fobia) (Goleman, 2004: 77).
Emosi, oleh karenanya, dapat membawakan kebaikan pada anda, juga dengan mudah dapat menghancurkan anda, tergantung dari bagaimana anda menguasainya. Dalam Hindu, kita menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Akar segala macam emosi dalam Hindu adalah Tri Guna, jadi emosi anda akan ditentukan oleh kecenderungan mana yang menguasai anda. Saat anda sedang dikuasai Rajas, anda marah dan geram, anda tidak boleh menekannya, namun juga jangan menurutinya. Solusinya yaitu dengan menyusupi kecenderungan rajas tersebut dengan satwika guna.
Dengan sedikit suntikan kebijaksanaan dan ketenangan, anda dapat melampiaskan emosi marah tersebut dengan cara lain; misalkan dengan mencorat-coret buku, atau melempar batu ke sungai. Cara lain mengendalikan rajas dengan satwam yaitu dengan bermeditasi; saat anda sedang dikuasai amarah, nafas anda tidak beraturan dan dangkal, jadi dengan duduk bermeditasi anda dapat mengembalikan ketenangan dengan nafas yang teratur dan dalam. Hal yang harus anda ingat dalam penguasaan emosi yaitu, saat anda dikuasai rajas atau tamas, maka benamkan keduanya dalam satwam. Sekali anda terbenam dalam satwam, maka selanjutnya akan menjadi makin rendah.Emosi yang tak terkandali merupakan satu sebab kerugian bagi kita. Dalam ilmu psikologi anda mungkin akan menemukan banyak cara untuk mengendalikan emosi tersebut.
Dalam Hindu juga anda akan mendapatkan solusi yang bersifat spiritual-psikologi; amarah dan sebagainya merupakan kecenderungan rajasika guna, dan apapun jenis emosi yang menjajah anda, maka sedikit demi sedikit berjuanglah untuk membenamkannya dalam satwika guna, kebijakan, pertimbangan dan ketenangan. Dalam Psikologi Freudian, jika anda dikuasai oleh kecenderungan id yang berlebih, anda dapat mengendalikannya dengan bantuan Super-Ego (kecenderungan satwam) misalnya untuk mempertimbangkan sesuatu. Saat anda terbenam dalam emosi, biasanya karena cara pikir anda yang salah, oleh karenanya anda harus mempertimbangkan lagi, kenapa satu hal membuat anda sedih atau marah? Jika anda kehilangan harta benda anda karena satu bencana, tentunya rajas dan tamas akan langsung mengambil perannya untuk membuat anda marah atau malah depresi. Dan pada saat-saat demikian, anda harus membawa satwam, mempertimbangkan kembali, kenapa hal itu harus terjadi? Kehilangan harta jauh lebih baik daripada kehilangan nyawa, dan dengan nyawa yang masih dikandung badan, anda dapat mengumpulkan harta lagi. Lagi pula, semua yang terjadi adalah tanggung jawab kita, akibat dari karma masa lalu. Jadi anggap saja kehilangan itu merupakan penebusan atas karma buruk kita di masa lalu.
Tri Guna adalah tiga guna yang ada dalam diri manusia yang akan memunculkan kecenderungan-kecenderungan perilaku seseorang. Apapun macamnya guna ini begitulah sifat dari pikiran. Perilaku seseorang akan ditentukan oleh intensitas pengaruh salah satu dari Tri Guna itu. Bila sifat sattwa yang menguasai pikiran seseorang maka orang itu akan menjadi pribadi bijaksana, mengetahui tentang benar dan salah, hormat dan sopan, lurus hati dan kasih sayang, suka membantu orang yang menderita, setia dan bakti, serta tidak mementingkan diri sendiri. Bila sifat rajas yang menguasai pikiran seseorang, maka pribadinya akan melekat karakter yang keras, suka mengagung-agungkan diri sendiri, kurang belas kasihan, pemarah, angkuh, egois, loba, bengis, kata-katanya menyakitkan hati. Sedangkan bila sifat tamas yang menguasai pikiran, orang itu akan menjadi pemalas, pikiran pribadi pemalas, pengotor, suka makan, suka tidur, dungu, iri hati.
Dari uraian di atas jelas bahwa sattwam mempunyai sifat tenang, tamas mempunyai sifat dinamis, dan tamas mempunyai sifat malas. Ketiga guna inilah yang menyebabkan manusia mempunyai keinginan, dan dari keinginan inilah maka timbul gerak. Orang yang tidak memiliki ketiga guna ini sama dengan batu dan tidak akan punya aktivitas. Dalam Tattwa Jnana 10 disebutkan “Bila sattwam bertemu dengan rajas terang bercahaya pikirannya, inilah yang mengantarkan atma bisa mencapai sorga. Sifat sattwam ingin berbuat baik dan sifat rajas giat bekerja melaksanakan kehendak sattwam. Bila sifat sattwam, rajas, dan tamas seimbang menguasai pikiran, maka atma itu akan lahir menjadi manusia. Semua karya manusia adalah realisasi kerja ketiga guna tersebut. Sifat tamas (malas) harus dibangunkan oleh rajas, karena rajas yang bisa memaksakan tamas. Setelah rajas menguasai tamas barulah sattwam menundukkan dan menguasai tamas, barulah sattwam menundukkan dan menguasai rajas. Selama hidup sebagai manusia selama itu juga Tri Guna sangat bermanfaat dalam kehidupan. Tanpa Tri Guna manusia tidak mempunyai kemauan untuk bergerak.
Emosi merupakan permainan dari Tri Guna, senang dan suka cita berasal dari satwam, marah dan dendam berasal dari rajas dan sedih berasal dari tamas. Pengendalian emosi hanya dapat anda lakukan dengan mengendalikan ketiga guna tersebut. Anda jangan terbawa dalam permainan mereka, anda lah yang harus mengelola mereka untuk kepentingan dan kebahagiaan anda. Saat satu jenis emosi muncul, memang akan sangat sulit mengendalikannya. Anda pasti tahu sendiri bagaimana sulitnya mengendalikan orang yang sedang mengamuk karena marah, atau seseorang yang sedang tenggelam dalam depresinya. Salah satu hal yang menyebabkannya yaitu manakah dari Tri Guna tersebut yang mendominasi kehidupan anda; jika dalam keseharian anda didominasi oleh rajas, seperti berpikiran keras, kontrol diri yang kurang, maka anda sudah tentu akan menjadi orang yang mudah marah dan kesal. Sebaliknya jika anda dikuasai dorongan tamas, suka bermalas-malasan, suka melamun dan serangkainya, maka sedikit- sedikit anda akan menjadi sedih dan terluka. Untuk memperrmudah mengendalikan kecenderungan rajas dan tamas saat mereka sedang bergejolak, maka hal termudah yang dapat anda lakukan yaitu mengisi keseharian anda dengan kegiatan-kegiatan satvika; rajin-rajinlah bermeditasi, melatih Yoga, dan berbagai sadhana lainnya, semua hal tersebut telah terbukti secara ilmiah dapat menyelaraskan gelombang otak yang juga berarti membantu menyelaraskan emosi anda.
Pengendalian emosi yang dikaitkan dengan Tri Guna merupakan salah satu pandangan yang menunjukkan pada kita betapa Agama Hindu adalah agama yang relevansinya demikian cocok untuk jaman dan ilmu pengetahuan modern. Hal ini seharusnya makin mengingatkan kita tentang petuah para leluhur yang menyatakan bahwa Weda merupakan ibu dari semua pengetahuan adalah benar adanya. Diane Tice (dalam Goleman, 2004: 88) mengungkapkan bahwa cara yang juga sangat efektif untuk mengendalikan amarah yaitu dengan pergi menyendiri sembari mendinginkan amarah tersebut. Jika kita kembalikan hasil pertemuan tersebut ke dalam kebijakan
Hindu, maka menyepilah seraya bermeditasi. Dalam meditasi tersebut, anda dapat merenungkan Tuhan dan Diri Sejati anda yang terlampau suci untuk disentuh emosi. Dengan membenamkan diri dalam perenungan suci demikian, maka segala jenis emosi negatif akan terkuras. Meditasi adalah sebuah seni yang dapat membantu anda menghubungkan diri seluas mungkin.
KESIMPULAN
Jika kita kembalikan hasil pertemuan tersebut ke dalam kebijakan Hindu, maka menyepilah seraya bermeditasi. Dalam meditasi tersebut, anda dapat merenungkan Tuhan dan Diri Sejati anda yang terlampau suci untuk disentuh emosi. Dengan membenamkan diri dalam perenungan suci demikian, maka segala jenis emosi negatif akan terkuras. Meditasi adalah sebuah seni yang dapat membantu anda menghubungkan diri seluas mungkin.
Post a Comment
Post a Comment